milan kundera, adam malik, dan “proyek lupa”

Havel dan Kafka,

Oktober silam, kabar tak sedap menerpa Milan Kundera. Czech Institute for Studies of Totalitarian Regimes menyitir laporan kepolisan bahwa penulis terkenal itu menjadi informan bagi penangkapan Miroslav Dvoracek, bekas pilot yang dituduh bekerja untuk kepentingan Amerika Serikat. Dvoracek akhirnya dihukum 21 tahun penjara.

Kejadian itu berlangsung pada 1950 dan Kundera baru berusia 21. Saat itu, ia belum lagi menghasilkan monumen-monumen sastra seperti The Unbearable Lightness of Being, The Book of Laughter and Forgetting, atau Immortality. Delapan belas tahun kemudian, tank-tank Uni Soviet masuk ke kampung halamannya dan mengoyak demokrasi di sana.

Selama ini, Kundera menjadi contoh ketertindasan para penulis di bawah rezim komunisme. Hidup di Cekoslowakia, buah tangannya dilarang. Ia baru leluasa berkarya setelah hijrah ke Prancis pada 1975. Kundera juga banyak dikutip. Salah satu kalimatnya yang paling sering dipinjam adalah ini: “Perjuangan melawan kekuasaan adalah perjuangan melawan lupa.” Singkat kalimat, ia dihormati.

Maka, siapa sangka, tudingan buruk itu menimpa dirinya?! Beruntung, ia masih bisa menangkis, “Ingatan saya belum berkhianat. Saya tak pernah bekerja untuk kepolisian.”

Dari kejauhan, kita tak pernah tahu: ataukah Kundera tengah membeberkan fakta atau justru tengah berdusta. Namun, sejumlah penulis berhimpun dan mengeluarkan pernyataan: “Laporan itu hanya upaya menghancurkan kehormatan salah seorang penulis terbesar yang masih hidup.” Di antara para penandatangan, terdapat sosok masyhur seperti Orhan Pamuk, Gabriel Garcia Marquez, Salman Rushdie, Carlos Fuentes, dan Nadine Gordimer.

Kini, Adam Malik yang tertimpa kabar buruk. Dalam Membongkar Kegagalan CIA, Tim Weiner menulis, Adam Malik adalah agen CIA. Petinggi CIA Clyde McAvoy, yang diwawancarai Weiner, mengaku merekrut dan mengontrol Adam Malik. McAvoy mengatakan, Adam Malik merupakan pejabat tertinggi Indonesia yang direkrut CIA. Si Bung juga disebut menerima sejumlah uang untuk penumpasan aksi G30S.

Seperti juga kasus Kundera, kita tak (atau, belum?) mengetahui secara persis kadar kebenaran dari informasi yang diurai Weiner tersebut. Celakanya, Adam Malik tak bisa lagi menangkis. Sejauh ini, juga tak ada pihak-pihak yang merilis pernyataan membela.

Keberadaan teks-teks sejarah memang kerap bikin pusing. Untuk peristiwa G30S, misalnya, ada beberapa versi yang beredar. Versi resmi menyebut keterlibatan aktif PKI. Namun, di luar itu, meluncur versi-versi lain. Yaitu, versi yang menyatakan bahwa peristiwa ini adalah konflik internal di Angkatan Darat. Versi lain menyatakan, Sukarno adalah sang “penulis skenario.” Pun mencuat versi yang menuduh CIA sebagai aktor intelektual dari tragedi ini.

Tapi, Tuan dan Puan, sekarang bukan zaman lagi untuk main bungkam. Jika tak sepakat dengan sebuah karya, silakan bikin riset tandingan dan terbitkan. Atau, lansir penyataan seperti dilakoni rekan-rekan Kundera. Masyarakat yang sehat hanya bisa terselenggara jika kanal-kanal informasi dibuka, jika tak ada penyumbatan yang membuat hanya sebuah versi mengemuka.

Menilik perjalanan sejarah, kekuasaan tercatat gemar membuat “lupa” atas sesuatu. Membuat orang “lupa” pada penindasan hak-hak warga atau perilaku korup penghuni istana. Cara paling sering ditempuh adalah menyusun sejarah versi sendiri, seraya menebas versi-versi yang berbeda. Jika itu terjadi lagi, Kundera selalu relevan untuk dikutip, bahwa, “Perjuangan melawan kekuasaan adalah perjuangan melawan lupa.”

One thought on “milan kundera, adam malik, dan “proyek lupa””

  1. Saya jadi berpikir, berapa persen-kah kekuasaan yang sekarang sedang bertahta tidak perlu dilawan, dan malahan harus didukung. Kekuasaan macam apakah itu? Apakah kekuasaan yang berpihak kepada mayoritas rakyat, atau minoritas yang tertindas, atau kekuasaan yang berpihak kepada keadilan. Keadilan buat siapa kah?

    Keadilan buat buruh dianggap merugikan pengusaha, dan sebaliknya. Keadilan buat si miskin sering dianggap merugikan bagi si kaya.

    Bahwa Adam Malik pernah berhubungan dengan CIA, mungkin saja. Karena barangkali tidak ada pejabat pemerintah yang lepas dari tekanan lembaga itu, baik langsung maupun tidak. Mengingat kata-kata si bung yang terkenal, “semua bisa diatur”, mungkin saja beliau menganggap hubungan itu dengan enteng saja, sepanjang dianggap menguntungkan pemerintah atau negara. Hanya Tuhan yang tahu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *