Mekanik bilang perawatan mobil butuh sekitar dua jam. Oke, saatnya cari sarapan meski terbilang telat. Menuju lantai dua Pasar Segar Cinere, ke lapak yang menyajikan nasi uduk, lontong sayur, dll.
Saya mengambil kursi plastik. Di sebelah, seorang ibu berkacamata menyantap nasi uduk.
Percakapan dua ibu pun lalu terdengar. Keduanya, saya taksir, sudah di atas 50 tahun. Agaknya telah saling mengenal lama.
“Pak Jo sakit,” kata ibu pembeli di sebelah.
“Iya lama gak ke sini. Kasihan sendirian,” balas ibu penjual di depan.
“Nanti sore anak perempuannya datang. Anak lelakinya jauh, di seberang,” ujar ibu pembeli sebelum melahap gorengan.
Saya teringat maraknya fenomena kodokushi di Jepang sejak beberapa tahun belakangan. Kodokushi merupakan istilah buat para orang tua yang hidup sendiri lalu meninggal dunia tanpa diketahui. Mungkin mereka punya anak tapi tinggal terpisah dan berjauhan.
Barangkali juga mereka memang melajang. Tumbuh tren sejak puluhan tahun lalu bahwa ada cukup banyak warga yang memilih tidak menikah. Biasanya punya teman kencan, tapi ya temporer. Lalu, memasuki usia 60 tahun, kebanyakan mereka mulai hidup sendiri.
Kematian baru terendus beberapa hari kemudian setelah “aroma” meruap ke hidung tetangga atau ada yang berkunjung dan tak ada jawaban saat pintu diketuk.
Di Jepang, lebih dari seperempat warga berusia di atas 65 tahun. Tak ada statistik resmi terkait kodokushi, namun diyakini sekitar 30.000 orang meninggal dunia dalam kesendirian per tahun.
Banyaknya kodokushi memicu profesi baru: mereka yang bertugas membawa jenazah, membersihkan kamar mendiang, dan mengamankan benda-benda peninggalan.
Para orang tua yang kesepian bukan khas Jepang. Di Inggris, fenomena ini sudah dianggap mengganggu. Karena itu, Januari 2018, PM Theresa May menunjuk seorang pejabat setingkat menteri untuk menanganinya. Menteri Olahraga dan Masyarakat Sipil, Tracey Crouch, ditunjuk memimpin kementerian baru itu.
Di Inggris, diperkirakan 9 juta orang hidup dihantui kesepian. Ada yang selama beberapa pekan tak mengalami interaksi sosial. “Kesepian itu realitas menyedihkan di kehidupan modern,” ujar May.
Sambil menikmati lontong sayur, saya lanjut menguping.
“Ini apa?” kata ibu pembeli.
“Nah itu kue kesukaan Pak Jo, kue sus.”
“Minta lima deh. Buat Pak Jo dan anaknya. Pastel minta delapan.”
Saya tak tahu apa hubungan ibu pembeli dengan Pak Jo. Kemungkinan sih tetangganya.
Pak Jo dan hari tua yang sunyi…