empat buku terbaik 2016

Ini empat buku terbaik karya penulis Indonesia, yang saya baca dan terbit pada 2016. Niscaya ada sejumlah buku lain yang juga layak masuk daftar. Tapi  lantaran saya belum membacanya, bagaimana mungkin menyusup?! Saya urutkan sesuai aturan alfabetis.

Raden Mandasia — Yusi Avianto Pareanom
Mengasyikkan. Mungkin karena menyajikan petualangan seru, bertabur humor, miskin khotbah, dan menampilkan kemahiran bertutur. Yusi mengoplos pelbagai cerita dari masa dan tempat berbeda ke dongeng ini dan membuat terperangah. Bahkan pada halaman terakhir, buku ini masih menembakkan kejutan ke pembaca.

Satu Setengah Mata-Mata — Nirwan Dewanto
Dalam karya ini, dia menghimpun esai-esai tentang seni rupa. Teknik berceritanya kurang lazim sebagai telaah seni: menempatkan diri sebagai orang ketiga. Berkat keluasan wawasan dan kemampuan bercerita, Nirwan memikat. Pun lantaran menyisipkan sejumlah catatan autobiografis. Alih-alih ke penerbit arus utama, dia menyerahkan antologi ini ke sejumlah anak muda Jogja yang membangun penerbitan indie.

Simulakra Sepakbola — Zen RS
Tak melulu soal utak-atik taktik. Di sekujur buku ada tilikan historis, amatan filosofis, juga tatapan politis terkait sepakbola. Penulisnya punya wawasan yang bikin  iri, pun kecakapan memilih dan menenun kata yang mumpuni. Zen juga gemar bereksperimen soal cara bertutur. Baca, misalnya, “Kesebelasan Para Bapak Bangsa.” Di sana, dia memilih sebelas tokoh pendiri bangsa dan menaruh mereka selayaknya tim sepakbola: kiper, bek tengah, gelandang bertahan, dan seterusnya…lengkap dengan argumentasi.

Tidak Ada New York Hari Ini — M Aan Mansyur
Benar belaka pilihan Mira Lesmana untuk meminta M Aan Mansyur menghiasi Ada Apa dengan Cinta 2? dengan puisi-puisinya. Ketika digarap menjadi buku, saya tersihir. Getir dan sentimentil, tapi tak terpuruk menjadi murahan. Paduan puisi dan foto membikin perasaan diaduk-aduk — dan tak perlu dalam keadaan jatuh cinta. Jika font size teks dinaikkan sedikit, makin sulit menemukan “lubang” dalam karya ini.