erwin arnada

Jika tak ada aral, September nanti, buku saya dilempar ke pasar. Judulnya: Jurnalis Berkisah. Tiga Serangkai yang menerbitkannya. Bisa ditebak dari judul, buku itu memuat cerita pengalaman para jurnalis–persisnya, jurnalis Indonesia. Dengan sejumlah pertimbangan, saya memilih 10 jurnalis.

Salah satu jurnalis itu adalah Erwin Arnada, mantan Pemimpin Redaksi Playboy Indonesia. Teman-teman, ini nukilan tulisan tentangnya di buku itu:

Menjelang terbit perdana, sejumlah pihak datang. Nyaris tiap hari. Erwin dan teman-teman mesti menemui mereka. Dalam setiap pertemuan, mereka meminta agar penerbitan Playboy Indonesia dibatalkan. Di saat itu, Erwin coba menjelaskan bahwa majalah tersebut tak akan sama dengan induknya. “Tidak akan ada gambar cewek telanjang. Saya akan isi majalah dengan feature-feature yang bagus. Tapi mereka gak mau mengerti,” kata Erwin.

……

Akhirnya, pada April 2006, Playboy Indonesia terbit juga. Banderolnya Rp 39 ribu dan Rp 40 ribu untuk luar Pulau Jawa. Saya mendapatkannya di Sarinah Thamrin, Jakarta, dengan harga normal, namun beberapa teman mengaku harus menebus dengan Rp 100 ribu. “Di e-bay, edisi pertama ini dibuka dengan harga 65 dolar AS,” kata Erwin. Ya, sekitar Rp 600 ribu karena di saat itu 1 dolar AS setara dengan Rp 9.300.

Edisi perdana ini, saya ingat, dibungkus. Tak boleh dibuka sebelum menyerahkan uang pembelian. Ini juga strategi untuk menjauhkannya dari anak-anak. Di bungkus itu, tercantum peringatan: “Untuk Dewasa.”

Mari menjenguk ke dalam. Erwin menulis editorial. Di paragraf terakhir, ia seperti ingin menegaskan: ”Di majalah ini, kami juga ingin memberi sesuatu yang referensif—sebuah pesan baru bahwa kami juga menyuguhkan nilai-nilai informasi yang dalam, serius, tapi tetap menghibur dan memberi makna.”

Di sampul terpampang foto Andara Early sebatas torso. Bahunya terbuka, tangan memegang lampu pijar, senyumnya mengembang. Di dalam, ada tulisan yang berdasarkan wawancara dengan Early. Juga foto-fotonya. Ia mengenakan baju terbuka: pahanya terlihat, setengah dadanya tampak. Tapi, ini tak lebih “maju” ketimbang majalah-majalah pria dewasa lain yang beredar di Indonesia.

Di edisi tersebut ada feature berjudul Tukang Perahu itu Bernama Eddie karya Linda Christanty, salah seorang cerpenis terbaik Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Di sana, Linda berkisah tentang Eddie Bloom, Vice President Austin International Rescue Operations (AIRO), organisasi yang membuat perahu dan jaring untuk nelayan Aceh pasca-tsunami. Eddie meninggalkan kenyamanan hidup di Texas, Amerika Serikat, dan pergi ke Aceh. “Meskipun hidupnya tak semapan dulu, Eddie bahagia bisa melakukan sesuatu untuk orang lain,“ tulis Linda. Sejak muda, Eddie memutuskan untuk bekerja di bidang sosial. Pada 1977, ia berangkat ke Afghanistan. Di usia 22 tahun itu, Eddie datang ke negeri yang koyak oleh konflik berdarah tersebut untuk mengajar bahasa Inggris.

…..

Di Playboy Interview, muncul legenda di jagat sastra Indonesia: Pramoedya Ananta Toer. Sepanjang delapan halaman,  Pram berkisah tentang kebiasaannya mengonsumsi bawang putih, sosok Kartini, sepak terjang militer, generasi muda, dan hal-hal lain. Ini wawancara terakhir yang dipublikasikan sebelum Pram meninggal dunia pada 30 April 2006 di usia 81 tahun.

Sebenarnya,  menurut rencana , Playboy Interview edisi perdana bakal  diisi percakapan dengan Rizieq Shihab, Ketua Umum FPI. Ini menarik karena FPI adalah organisasi yang paling lantang menentang kehadiran Playboy Indonesia.

“Rizieq diwawancara untuk melunakkan hatinya?” tanya saya.

“Bukan untuk melunakkan. Publik tahu, dia against kami. Kalau dia bersedia diwawancarai, itu something. Nilai jurnalistiknya tinggi,” kata Erwin.

Wawancara dengan Rizieq sudah berlangsung, hampir empat jam di sebuah hotel berbintang di Jakarta. Tapi, menjelang terbit, Rizieq meminta hasil wawancara itu tidak dimuat. “Saya tidak tahu alasannya menolak dimuat,” kata Erwin. Untunglah, Pram sudah diwawancarai dan menjadi pengganti.

One thought on “erwin arnada”

  1. Mas Yus yang baik, perkenalkan saya Hafidz (fotografer freelance). Nuwun sewu mas, saya mohon informasi di mana dapat membeli buku mas “Jurnalis Berkisah”. karena saya sudah ke beberapa toko buku dan selalu kosong stoknya. Mohon sudi kiranya mas membantu saya via @hafidznovalsyah atau hafidznovalsyah@yahoo.com. Matur nuwun sanget mas, tabik. Fid dari Solo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *