cari tempat

“Cari tempat yang membuat kita bisa kelihatan beda,” kata seorang kawan, lalu mengisap rokok dalam-dalam. Berkaca mata, kemeja biru muda, dan helai-helai perak di kepala.

Nama dia? Sebut saja K. Ia sedang berefleksi tentang pekerjaannya. Kami lebih dari lima tahun tak berjumpa.

Kemarin kami menghabiskan sore di Kuningan, Jakarta, di kawasan yang dibangun sebuah konglomerasi. Sore yang sejuk. Beberapa pelari terlihat di trotoar yang lebar.

K selalu bersemangat saat bicara. Cocok untuk bekal menjadi pengacara. Sejak 2013, ia berkonsentrasi menjadi kurator kepailitan.

Dulu, menjelang lulus, saya main ke kampus pusat di Dipati Ukur untuk menemui K di Fakultas Hukum. Ternyata lagi ada demo menentang keputusan rektorat menggusur PKL dari lingkungan kampus. Saya bertegur sapa dengan adik-adik kelas yang jadi korlap dan peserta aksi. Lalu pamit dan kembali ke rencana untuk bertemu K.

Sambil jalan di koridor kampus, K bilang, “Eh cari anak-anak yang lagi demo yuk.”

Cari punya cari, pihak rektorat ternyata bersedia menemui perwakilan teman-teman di sebuah ruangan. Kami buka pintu dan teman-teman di dalam berseru, “Ayo masuk, Kang, rektorat belum datang kok.”

Baru saja bergabung, dekan fakultas kami tiba. Agaknya Pak Dekan dilapori jajaran rektorat, bahwa banyak anak asuhnya hadir dalam demo.  Maka dia pun datang.

Ia langsung melihat ke saya. “Wah euy, nanaonan di dieu?” kata pria yang gemar bersafari itu.

Beberapa bulan terakhir saya dan beberapa teman memang  “cari perkara” dengan dekanat: menyoal tindak plagiasi seorang dosen. Sang dosen akhirnya diskors satu semester. Tapi entah kenapa Pak Dekan terlihat tak suka dengan saya.

Di ruangan itu saya terlihat beda, padahal tidak ngapa-ngapain.

Sepekan kemudian, sepucuk surat tiba ke rumah orang tua dari Jatinangor. Surat peringatan dekan. Ibu langsung panik. Gara-gara si K…haha…

Catatan: foto hanya ilustrasi. K juga suka ngopi. Tapi kemarin dia minum yang lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *