menyingkir

Situasi itu menerjang seorang kawan setelah cerita manis dinikmati dalam tujuh tahun terakhir.

Karier dia bagus. Gaji puluhan juta tersedia saban bulan. Bonus besar juga menanti. “Tahun lalu, karena jadi manajer terbaik, aku dapat bonus setahun gaji,” kata dia. Tak terpancar kesan sombong di parasnya.

Kami bertemu tak sengaja di lobi sebuah mal di Jakarta. Setelah berbasa-basi sejenak, meluncurlah kisahnya.

“Direktur utama yang baru bikin aku berpikir untuk terus atau stop di sini,” ujar dia. Perusahaannya bergerak di bidang…ah, pokoknya semacam BUMN.

Dalam anggapan dia, direktur utama yang baru itu tipikal manusia ketinggalan zaman.  Jarum jam seperti berhenti berputar 20 tahun silam.

Kawan ini pintar, getol belajar. Bisa dibayangkan kejengkelannya saat bertemu manusia keliru waktu.

Tapi itu belum seberapa. Cacat integritas paling meresahkan. “Terpola dan sistematis. Duit dikumpulkan untuk ke sana,” kata dia. Nama seorang tokoh disebut. Tersohor, bukan famous tapi notorious. Keduanya teman lama.

Pidana? Sang direktur utama tidak bodoh. Dia menghitung langkah-langkahnya dengan cermat. Celah hukum nyaris tak terlihat.

Kami ngobrol sambil berdiri. Tungkai mulai pegal, rasa lapar merambat. Namun kisah dia kadung menjerat.

“Kayaknya aku harus menyingkir dulu. Untungnya aku gak punya beban. Tabungan ada, cicilan KPR gak punya haha…” lanjut dia. Helai-helai kelabu tampak di rambut tebalnya.

Enggan terlibat dalam persekongkolan jahat juga sejenis tindakan heroik. Tak diteriakkan, hanya lirih, tapi tetap bernilai.

Menyingkir relatif gampang buat dia. Tak demikian dengan sejumlah bawahannya yang juga resah. Dia bilang, “Mereka harus berpikir ulang beberapa kali kalau mau keluar.”

Apakah yang lebih mencekam buat kaum menengah ketimbang ketidakpastian sumber duit? “Ini idealisme versus KPR,” lanjut dia. Senyumnya mengembang, pahit.

Mal yang  ramai. Pengunjung hilir mudik. Kami pun berjabat tangan dan berpisah.

Hasrat untuk makan lenyap. Sambil menuju area parkir, saya teringat kata-kata Pramoedya Ananta Toer, “Kau terpelajar, cobalah bersetia pada kata hati.”

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *